Ya, ini adalah salah satu artikel kesukaan gue, dibuat oleh salah satu penulis terkenal, shitlicious.
Cekidot! Kemarin gue
dicurhatin temen gue yang kuliah di luar negeri. Dia kuliah di Kutub
Utara mengambil jurusan insinyur es serut. Nah, dia curhat tentang
segala kekurangan yang dia rasakan dalam hidupnya. Dia merasa hidupnya
itu penuh kekurangan banget. Dia mengeluhkan tentang warna cat rambutnya
yang nggak bener kek, berat badannya yang naik 5 ons kek, atau orang
tuanya ternyata bukan David dan Victoria Beckham kek. Hal itu bikin gue
ngerasa kesal, menahan amarah, lalu setiap kali dia menambahkan
keluhan-keluhan hidupnya, gue ketiduran.
Gue
kesal sama nih anak, di mata gue hidupnya itu udah enak banget. Bisa
kuliah di luar negeri, di saat banyak orang yang pengin ke sana dan
nabung seumur hidupnya pun nggak cukup dana. Dia ngeluhin soal
penampilannya yang menurut gue udah jauh lebih cantik daripada
cabe-cabean yang nongkrong di fly-over manapun. Dia ngeluhin soal
keluarganya yang masih utuh di saat di luar sana masih banyak anak-anak
yang sejak lahir udah diasuh sama tempat sampah.
Terus
gue keinget kata temen gue, TiPang, "Jangan membandingkan main-stage
seseorang dengan backstage lo." Maksudnya gini, apa yang kita liat dari
orang lain itu adalah apa yang mereka sengaja perlihatkan kepada dunia,
dan itulah yang dimaksud main-stage. Sedangkan apa yang nggak bisa kita
liat dari orang lain, atau yang kita simpan sendiri itu yang
dianalogikan sebagai back-stage.
Kesenangan
orang, kesuksesan orang, itu adalah main-stage yang bisa kita lihat
dari mereka. Kita nggak tau keadaan back-stage mereka di sana. Kita
nggak tau seberapa banyak hal yang harus mereka lakuin dan korbanin
sebelumnya buat ngedapetin itu semua. Seperti quote yang pernah gue
dengar, "Success is like being pregnant. So many people can see it, but they don't know how many times we were f*cked."
Sedangkan
yang kita tau dari diri kita adalah back-stage kita. Kita udah tau
seberapa hebat kita berusaha untuk memperbaiki karier, tapi hasilnya
gitu-gitu aja. Nah, kita nggak boleh ngebandingin main-stage orang
dengan back-stage kita, karena hal itu bakal bikin kita semakin down.
Kalo mau adil, bandingin dong back-stage kita sama back-stage orang,
terus baru deh diliat apakah dengan usaha kita itu, kita layak punya
main-stage sesuai dengan back-stage yang ada?
Membanding-bandingkan
diri dengan orang yang lebih bersinar, akan membuat kita merasa semakin
redup. Sama kayak bulan, di malam hari, dia sangat indah dan dipuja
oleh jutaan manusia. Tapi di siang hari, sedikit orang yang tertarik
untuk melihat pucat wajahnya, karena matahari bersinar lebih terang
darinya. Tapi apakah bulan layak untuk bersedih? Tidak. Bulan akan
kembali indah di saat malam tiba, karena memang di sanalah tempatnya dia
berjaya. Harusnya bulan hanya keluar di saat malam, dan membiarkan
matahari bersinar sendiri di siang hari. Ya, dari analogi itu, intinya
tidak ada manusia yang bisa bahagia di segala keadaan. Seperti sang
bulan, dia tidak bisa jadi indah di semua suasana. Jadi, keindahan itu
tercipta saat ada perpaduan yang sempurna dari obyek dan sikonnya.
Membanding-bandingkan
diri adalah salah satu ciri orang yang tidak bahagia. Kenapa? Karena
dengan membanding-bandingkan diri, artinya dia tidak puas dengan apa
yang dimilikinya. Lalu bagaimana agar kita bisa selalu bahagia?
Cara
paling mudah untuk bahagia buat gue adalah, bersyukur. Iya, gue tau,
ini klise. Tapi hal seklise ini pun masih sedikit buanget orang yang
bisa mengerti apalagi menjalani. Kadang lucu juga di saat semua orang
berteriak, mengatakan "Hidup ini nggak adil!". Bukankah di saat semua
orang mengatakan hidup ini nggak adil, itu justru berarti hidup ini
sudah cukup adil? Semua orang diberiNYA kekurangan, semua orang
diberiNYA kelebihan. Itulah bukti keadilan.
Masalahnya
bagi manusia adalah, ada yang tidak setuju dengan kekurangan yang
mereka miliki, dan ada juga yang tidak setuju dengan kelebihan yang
mereka miliki. Sehingga mereka menganggap hidup ini nggak adil. Siapakah
orang-orang yang menganggap hidup ini nggak adil? Mereka yang lupa cara
bersyukur. Mereka yang tidak bisa bahagia dengan hidup mereka.
Orang-orang yang ingin jadi matahari di siang hari, dan jadi bulan di
malam hari. Mereka adalah bulan yang datang di siang hari dan selalu
melihat matahari, kemudian emosi. Harusnya mereka sadar, bila bulan itu
datang di malam hari, sinar bulan tidak ada yang menyaingi, bahkan bulan
mampu membuat jutaan bintang mungkin merasa iri.
So,
menurut gue semua orang bisa bahagia, semua orang bisa berjaya, asal
tau di mana dia harus membawa dirinya. Misalpun dia anak seorang
menteri, tapi kalo dia nongkrongnya sama anak milyarder yang ngupil aja
pake emas batangan, dia bakal selalu ngerasa hidupnya mengenaskan karena
dia kalah bersinar di antara temen-temennya. Tapi misal dia mau
nongkrong sama teman-teman yang mungkin secara finansial berada di
bawahnya, pasti dia bakal bersyukur dengan apa yang dia miliki. Seperti
bulan, yang bersyukur bahwa dia lebih besar dan bersinar lebih terang di
antara jutaan bintang.
Kesimpulannya,
saat kita ngerasa nggak bahagia sama hidup kita, itu bukan salah
takdir. Tapi salah kita memilih lingkungan, salah kita memilih timing,
dan salah kita lupa bersyukur. Kalo elo ngerasa hidup elo berat, cobalah
untuk melihat ke bawah, dan elo bakal nyadar, di bawah lo masih banyak
orang yang pengin punya beban seringan elo.
Mengeluh
tidak akan memperbaiki keadaan. Semakin kita mengeluh, hidup bakal
berasa semakin berat. Berprasangka baiklah kepada Tuhan, niscaya hidup
akan terasa lebih ringan. Percaya aja bahwa semua keputusanNYA itu sudah
yang terbaik bagi kita. Please remember, positive thinkers have positive life. Negative thinkers have negative life as well.:)
This
is the end of the post. Gue cuma numpahin apa yang ada di kepala. Meski
agak absurd, semoga kalian paham. Btw, gue mau nanya, menurut kalian,
BAHAGIA ITU APA?
Sumber klik di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar